Perencanaan dan Pemrograman Sektor PUPR Disesuaikan dengan Angka Pandemi Covid-19
Negara Indonesia saat ini tengah menghadapi pandemi Covid-19 atau Corona. Seluruh aspek kehidupan
terdampak pandemi ini termasuk kegiatan infrastruktur sektor PUPR.
Sehubungan dengan hal itu, Kepala BPIW Kementerian PUPR Hadi Sucahyono menyatakan aspek kebencaanaan
non alam seperti Covid-19 ini dimasukan sebagai salah satu indikator dalam penyusunan perencanaan
dan pemrograman sektor PUPR.
Menurut Hadi perkembangan pandemi setiap harinya terus dipantau. Perencanaan dan pemrograman
disesuaikan dengan kondisi pandemi terakhir.
Artinya bila angka positif Covid-19 masih tinggi, maka infrastruktur yang dibangun disesuaikan, bila
infrastruktur yang dibangun merupakan single project atau proyek pembangunan infrastruktur yang
dapat diselesaikan satu tahun, maka diubah menjadi multi year project atau proyek yang diperpanjang
masa pelaksanaannya.
Selain itu program padat karya semakin panjang dilakukan, bila angka positif Covid-19 masih tinggi.
Hal itu menurut Hadi dilakukan Kementerian PUPR untuk membantu mengurangi angka pengangguran dan
kemiskinan yang meningkat akibat dari wabah tersebut. “Selama terjadinya pandemi Covid-19, dukungan
infrastruktur terutama ditujukan untuk penanganan kesehatan, seperti pembangunan rumah sakit.
Dukungan program juga ditujukan untuk penanganan perekonomian masyarakat, seperti program padat
karya,” ujar Hadi saat menjadi pembicara pada Seminar Online dengan tema "Konsep Strategi
Penyelenggaraan Infrastruktur Dalam Menghadapi Aspek Kebencaanaan Non Alam (Pandemi)", Selasa, 19
Mei 2020.
Bila ternyata kasus Covid-19 masih ada dan diharuskan bekerja di rumah, maka menurut Hadi
infrastruktur yang dibangun menyesuaikan kondisi tersebut, misalkan standar rumah untuk masyarakat
berpenghasilan rendah atau MBR perlu diperluas lagi. “begitu pula fasilitasnya ditambah dengan
jaringan internet supaya mereka nyaman bekerja di rumah, “jelas Hadi.
Dengan demikian menurut Hadi infrastruktur disesuaikan dengan kondisi yang ada termasuk bila
aktifitas tetap jalan dengan standar kesehatan yang ada ditengah-tengah pandemi Covid-19 atau yang
disebut “new normal life”.
Pada saat itu Hadi juga menjelaskan mengenai Prinsip dan Kebijakan Transformasi Kota Masa Depan.
Menurut ia transformasi kota masa depan meliputi Penguatan Kerangka Perencanaan dalam Pembangunan
dan Pengelolaan Perkotaan seperti integrasi aspek keberlanjutan dan target peningkatan kualitas
hidup, peningkatan Kapasitas Pemda melalui pemanfaatan teknologi . Selain itu urban regeneration dan
strategi kolaborasi perkotaan-perdesaan untuk keberlanjutan dan menarik investasi.
Transformasi Kota Masa Depan menurut Hadi memperhatikan Ketahanan Kota untuk Mengantisipasi Risiko
di Masa Depan seperti penggunaan infrastruktur tangguh bencana, sektor informal sebagai agen
perubahan dalam mewujudkan ketahanan kota, kerja sama untuk strategi ketahanan kotajangka panjang,
dan pemanfaatan big data oleh pemerintah daerah.
Selain itu kota masa depan menurut Hadi mengakomodir Smart City dan Inklusif melalui pemanfaatan
teknologi dalam bentuk meningkatkan tata kelola kota cerdas, mendorong perusahaan IT dalam
menciptakan smart cityberketahanan , perlindungan cybersecurity, rencana investasi untuk smart
mobility, dan mekanisme pendanaan smart city.
Transformasi Kota Masa Depan juga terkait Pembiayaan Perkotaan Melibatkan Peran Berbagai pihak
seperti KPBU dan penyertaan masyarakat untuk solusi pembiayaan perumahan, mekanisme pendanaan
terkait lahan untuk pembangunan infrastruktur,dan memperkenalkan congestion-charging dan
environtmental user fee untuk meningkatkan kualitas udara.
Selain Hadi, narasumber lainnya adalah Dirjen Cipta Karya Danis Hidayat Sumadilaga yang membahas
mengenai Penataan Kawasan Kumuh Perkotaan Dalam Rangka Menghadapi Bencana Pandemi Covid-19.
Danis menyatakan kegiatan Infrastruktur Berbasis Masyarakat (IBM) melalui program KOTAKU atau Kota
Tanpa Kumuh dalam masa pandemi COVID-19 ini tetap dilaksanakan dengan penyesuaian metode kerja
dengan protokol Covid-19 sebagai upaya pencegahan dan penyebaran Covid-19.
Sedangkan Rudy Setiawan yang merupakan narasumber dari Institut Teknologi Sepuluh Nopember
Surabaya memapakan mengenai “Mewujudkan Smart City Sebagai Konsep Penataan Kawasan yang Tangguh
Bencana Non Alam Pandemi”. Menurutnya Smart City adalah kota yang memberi inspirasi, berbagi budaya,
pengetahuan, dan kehidupan, kota yang memotivasi penghuninya untuk menciptakan dan berkembang dalam
kehidupan mereka sendiri.
Salah satu bagian dari Smart City adalah Smart People, di mana dalam kondisi pandemi sekarang ini
adalah ketika aktifitas masyarakat yag melakukan berbagai cara untuk mendapatkan pendanaan jangka
pendek yang ditargetkan ke beberapa kalangan untuk membantu masyarakat yang terkena dampak langsung
krisis kesehatan tersebut.
Kegiatan seminar yang diadakan Balai Diklat Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BPSDM) Surabaya
ini diikuti lebih dari 100 peserta termasuk dari pejabat dan staf BPIW. (Hen/infobpiw)